Ide Menteri Perekonomian Hatta Rajasa untuk menyatukan Indonesia dalam satu zona waktu hanya sebatas semangat yang layak diapresiasi. Tapi le
bih baik keinginan itu dipikir ulang mengingat masih banyak masalah lebih berguna untuk dikerjakan ketimbang soal yang satu ini.
Jika melihat pemberitaan media, usulan Ketua Umum Partai Amanat Nasional tersebut disalurkan melalui Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Juru bicara gagasan Hatta adalah humas lembaga tersebut, melalui workshop wartawan di Bogor, Jawa Barat.
Tentu bukan soal workshop yang jadi pangkal tulisan ini. Sosialisasi gagasan yang tujuannya bisa memberikan beragam makna itu: dari tes respons publik tekait rencana tadi, bisa juga untuk promosi, menyisakan banyak pertanyaan. Terutama soal alasan yang Hatta bilang bisa menguntungkan hingga triliunan rupiah.
Seperti disampaikan besan Presiden Susilo Bambang Yudoyono itu, zona waktu yang dipakai dalam penyatuan itu adalah Waktu Indonesia Bagian Tengah. Satu jam lebih dulu dari Barat, dan satu jam lebih lambat dari Timur. Kelak, waktu ini akan jadi waktu bersama, tidak ada lagi selisih.
Dengan zona waktu tunggal itu, berarti waktu di Indonesia akan sama dengan Singapura dan Malaysia, yaitu GMT+8 yang tidak terpengaruh oleh cuaca atau musim.
Melalui kesamaan waktu itu, Indonesia — kata Hatta — bisa menghemat dalam jumlah besar, baik jam kerja, lalu-lintas, maupun aktivitas ekonomi. Jadi intinya, penyatuan zona waktu bertujuan meningkatkan daya saing bangsa, khususnya di bidang ekonomi, dan menciptakan efisiensi kinerja birokrasi.
Itulah yang saya maksud dengan semangatnya layak diapresiasi. Tapi dari segi manfaat, gagasan Hatta ini belum tentu bagus. Mengapa?
Alam tak bisa dilawanAndaikan ada kapal kontainer mengangkut barang dari wilayah Barat ke Timur dengan waktu perjalanan sembilan jam. Misalnya, berangkat pukul 08.00 dan sampai pukul 17.00. Sampai di tujuan, hari sudah gelap (karena pukul 17.00 di zona waktu baru sebenarnya pukul 18.00 WIT). Karena sudah gelap, diperlukan listrik untuk membongkar kontainer. Apakah benar biaya lebih efisien?
Jakarta bakal stagnanSelama ini para siswa di Jakarta masuk sekolah pukul 06.30 WIB untuk mengurangi kemacetan di jalan. Rasanya sulit membayangkan seandainya jam kerja dibuat sama dengan jam anak sekolah — akibat zona waktu tunggal? Bisa-bisa Jakarta mengalami stagnansi di jalan-jalan, kecuali anak sekolah masuk pukul 07.00 alias pukul 06.00 WIB. Ongkosnya lebih efisien?
Pasar modal tak terpengaruh Menyamakan jam buka pasar modal di Jakarta dengan Singapura dan Kuala Lumpur tidak bermakna apa-apa. Bursa di dua wilayah itu bukan faktor penentu (
determinant factor), yang berpengaruh terhadap transaksi di Bursa Efek Indonesia. Tapi sebatas
co-incident, sekadar “petunjuk” arah pergerakan bursa di dalam negeri lantaran Singapura dan Malaysia buka lebih dulu, sehingga reaksinya terhadap bursa di Amerika terlihat duluan.
Sulit mengatakan lebih produktifBayangkan lebih dari 100 juta tenaga kerja bekerja pada waktu bersama dan beristirahat di waktu sama. Seolah kerja marak. Tetapi dengan zona waktu tunggal, berarti waktu istirahat jatuh pada pukul 12.00-13.00. Waktu shalat Dzuhur bagi wilayah Barat akan jatuh di pengujung jam istirahat. Berarti ada tambahan waktu untuk meninggalkan pekerjaan. Apakah ini bisa lebih produktif, sementara bus angkutan pulang sudah melambai sejak pukul 15.00?
Kemampuan kompetisi tidak ada hubungannya dengan zona waktuDari data Global Competitiveness Index yang diukur oleh World Economic Forum setiap tahun, tidak ada satu pun yang terkait dengan zona waktu. Ukurannya, dari efisiensi pasar hingga pendidikan dan kesehatan warga. Indeks inilah yang dijadikan salah satu pegangan penting bagi investor.
Karena itu, sungguh sayang seandainya waktu dan pikiran orang sehebat Hatta Rajasa, menteri koordinator perekonomian, hanya dipusingkan soal urusan seperti ini. Apalagi, Amerika Serikat dan Australia masih menerapkan zona waktu yang berbeda, toh mereka juga bisa maju.
Sungguh akan lebih bermanfaat bila kelihaian politisi senior sekelas Hatta Rajasa ini bisa dimanfaatkan untuk memikirkan bagaimana caranya agar rakyat bisa sejahtera. Termasuk, bagaimana pengusaha bisa berbisnis lancar tanpa disibukkan oleh biaya siluman.