Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) memasuki era baru. Di
bawah kepemimpinan Gita Wirjawan, masa industrialisasi bulutangkis
akhirnya dimulai.
Kini, setiap pemain dan pelatih yang bernaung di bawah pelatnas Cipayung memiliki kebebasan mendapatkan sponsor masing-masing, tak jauh berbeda dengan atlet profesional. Bedanya, para pebulutangkis juga masih dibantu dalam proses latihan mereka melalui program kolektif yang dibangun oleh kepala pelatnas Rexy Mainaky.
Hasilnya, kucuran dana sebesar Rp33,2 miliar sudah tersebar ke 80 atlet pelatnas dari tujuh sponsor. Dan PB PBSI sudah menargetkan alokasi dana mencapai Rp 90-100 milar untuk tahun 2013. Dari jumlah itu, sebanyak 95 persen dialokasikan untuk kebutuhan pembinaan dan pengiriman atlet ke pertandingan.
Dari jumlah itu, produsen perlengkapan olahraga dari Korea Selatan, Victor menjadi penggelontor dana terbesar setelah bisa merekrut 25 orang atlet/pelatih masuk dalam dukungan sponsornya. Dua atlet penerima sponsor dari Victor, Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir, mendapatkan nominal terbesar yaitu masing-masing Rp1,2 miliar.
Ini jelas sebuah gebrakan yang ditunggu-tunggu masyarakat olahraga. Dukungan kepada atlet akan datang secara individual sehingga mereka juga bisa lebih bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Inilah sesuatu yang sudah familiar untuk para pebulutangkis dari Eropa, salah satunya negara dari wilayah Eropa Utara, Denmark.
Gita Wirjawan mengatakan, gebrakan yang diciptakan kepengurusannya itu bukanlah klimaks. “Kita harus bisa terus menjaga agar kurva yang kini sedang naik itu bisa mencapai klimaks dan bertahan di atas,” katanya saat ditemui dalam kegiatan pertemuan para pengurus cabang olahraga dengan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) di Senayan, Jumat (15/2).
Menurut Gita, dengan adanya kebijakan seperti ini diharapkan para atlet dan pelatih semakin terpacu untuk meraih prestasi terbaik. Apalagi, PB PBSI sudah menjanjikan bonus yang tidak kecil bagi mereka-mereka yang bisa meraih gelar juara di turnamen bergengsi seperti All England dan kejuaraan dunia. Janji tambahan pemasukan sebesar tiga kali gaji sudah diberikan kepada para atlet dan pelatih jika mereka mampu membawa pulang gelar juara dari kedua turnamen itu.
Selama ini, PB PBSI kerap setia dengan sponsor kolektif sejak era kepengurusan Tri Sutrisno (1985-1989, 1989-1993). Yonex menjadi rekanan setia bagi pengurus cabang olahraga pendulang emas Olimpiade itu. Kini, Yonex tak lagi sendiri.
Bersama dengan enam sponsor lainnya, Yonex menjadi penyuntik dana kebutuhan personal para atlet. Yonex kini “hanya” bakal diusung oleh 21 nama — di bawah Victor. Sementara sisanya diambil Flypower (19 orang), Li Ning (9 orang), Astec (8 orang), Babolat (4 orang), dan Reinforced Speed (4 orang).
Persaingan pasar yang kerap ada dalam sistem perdagangan kini diterapkan Gita Wirjawan, yang juga Menteri Perdagangan RI. Setiap atlet seharusnya bisa menjadi lebih termotivasi dengan munculnya sistem seperti ini. Karena, hanya dia yang menentukan bagaimana nasibnya agar bisa tetap bertahan dalam persaingan di cabang olahraga yang pernah hampir hilang dari pertarungan di Olimpiade ini.
Di dalam pandangan Gita, model semacam ini merupakan salah satu cara menarik kembali minat masyarakat terhadap bulu tangkis. Inilah salah satu cara “jualan” yang dipilihnya agar lebih banyak lagi atlet muda yang mulai membidik cabang olahraga ini sebagai salah satu karier.
Bahkan, Gita menjanjikan PBSI tak lagi berusaha mendekati pemerintah dan BUMN untuk mendapatkan bantuan.
Perwakilan dari Li Ning, Mahendra Kapoor mengatakan, sebetulnya negara-negara Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina sudah membicarakan sistem serupa. Tetapi yang pertama memulai adalah Indonesia. “Karena ini adalah sistem yang paling demokratis yang bisa diterapkan,” ujarnya.
Sistem baru yang didatangkan Gita Wirjawan ini menjadi pendulang asa Indonesia untuk bisa melihat kembali atlet Indonesia berdiri di podium tertinggi turnamen-turnamen tertinggi.
Karena, sudah lama Indonesia merindukan dengung kumandang lagu Indonesia Raya seusai pertandingan. Apalagi kumandang itu tak terdengar di Olimpiade London 2012 karena cabang olahraga ini — di saat bulutangkis untuk pertama kalinya sejak dipercaya sebagai pendulang emas dari Olimpiade Barcelona 1992 tidak membawa pulang satu medali pun.
Kini, setiap pemain dan pelatih yang bernaung di bawah pelatnas Cipayung memiliki kebebasan mendapatkan sponsor masing-masing, tak jauh berbeda dengan atlet profesional. Bedanya, para pebulutangkis juga masih dibantu dalam proses latihan mereka melalui program kolektif yang dibangun oleh kepala pelatnas Rexy Mainaky.
Hasilnya, kucuran dana sebesar Rp33,2 miliar sudah tersebar ke 80 atlet pelatnas dari tujuh sponsor. Dan PB PBSI sudah menargetkan alokasi dana mencapai Rp 90-100 milar untuk tahun 2013. Dari jumlah itu, sebanyak 95 persen dialokasikan untuk kebutuhan pembinaan dan pengiriman atlet ke pertandingan.
Dari jumlah itu, produsen perlengkapan olahraga dari Korea Selatan, Victor menjadi penggelontor dana terbesar setelah bisa merekrut 25 orang atlet/pelatih masuk dalam dukungan sponsornya. Dua atlet penerima sponsor dari Victor, Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir, mendapatkan nominal terbesar yaitu masing-masing Rp1,2 miliar.
Ini jelas sebuah gebrakan yang ditunggu-tunggu masyarakat olahraga. Dukungan kepada atlet akan datang secara individual sehingga mereka juga bisa lebih bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri. Inilah sesuatu yang sudah familiar untuk para pebulutangkis dari Eropa, salah satunya negara dari wilayah Eropa Utara, Denmark.
Gita Wirjawan mengatakan, gebrakan yang diciptakan kepengurusannya itu bukanlah klimaks. “Kita harus bisa terus menjaga agar kurva yang kini sedang naik itu bisa mencapai klimaks dan bertahan di atas,” katanya saat ditemui dalam kegiatan pertemuan para pengurus cabang olahraga dengan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) di Senayan, Jumat (15/2).
Menurut Gita, dengan adanya kebijakan seperti ini diharapkan para atlet dan pelatih semakin terpacu untuk meraih prestasi terbaik. Apalagi, PB PBSI sudah menjanjikan bonus yang tidak kecil bagi mereka-mereka yang bisa meraih gelar juara di turnamen bergengsi seperti All England dan kejuaraan dunia. Janji tambahan pemasukan sebesar tiga kali gaji sudah diberikan kepada para atlet dan pelatih jika mereka mampu membawa pulang gelar juara dari kedua turnamen itu.
Selama ini, PB PBSI kerap setia dengan sponsor kolektif sejak era kepengurusan Tri Sutrisno (1985-1989, 1989-1993). Yonex menjadi rekanan setia bagi pengurus cabang olahraga pendulang emas Olimpiade itu. Kini, Yonex tak lagi sendiri.
Bersama dengan enam sponsor lainnya, Yonex menjadi penyuntik dana kebutuhan personal para atlet. Yonex kini “hanya” bakal diusung oleh 21 nama — di bawah Victor. Sementara sisanya diambil Flypower (19 orang), Li Ning (9 orang), Astec (8 orang), Babolat (4 orang), dan Reinforced Speed (4 orang).
Persaingan pasar yang kerap ada dalam sistem perdagangan kini diterapkan Gita Wirjawan, yang juga Menteri Perdagangan RI. Setiap atlet seharusnya bisa menjadi lebih termotivasi dengan munculnya sistem seperti ini. Karena, hanya dia yang menentukan bagaimana nasibnya agar bisa tetap bertahan dalam persaingan di cabang olahraga yang pernah hampir hilang dari pertarungan di Olimpiade ini.
Di dalam pandangan Gita, model semacam ini merupakan salah satu cara menarik kembali minat masyarakat terhadap bulu tangkis. Inilah salah satu cara “jualan” yang dipilihnya agar lebih banyak lagi atlet muda yang mulai membidik cabang olahraga ini sebagai salah satu karier.
Bahkan, Gita menjanjikan PBSI tak lagi berusaha mendekati pemerintah dan BUMN untuk mendapatkan bantuan.
Perwakilan dari Li Ning, Mahendra Kapoor mengatakan, sebetulnya negara-negara Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina sudah membicarakan sistem serupa. Tetapi yang pertama memulai adalah Indonesia. “Karena ini adalah sistem yang paling demokratis yang bisa diterapkan,” ujarnya.
Sistem baru yang didatangkan Gita Wirjawan ini menjadi pendulang asa Indonesia untuk bisa melihat kembali atlet Indonesia berdiri di podium tertinggi turnamen-turnamen tertinggi.
Karena, sudah lama Indonesia merindukan dengung kumandang lagu Indonesia Raya seusai pertandingan. Apalagi kumandang itu tak terdengar di Olimpiade London 2012 karena cabang olahraga ini — di saat bulutangkis untuk pertama kalinya sejak dipercaya sebagai pendulang emas dari Olimpiade Barcelona 1992 tidak membawa pulang satu medali pun.
No comments:
Post a Comment